Makasetelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (13 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagi Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH.

Ma’had Aly – Latar Belakang dan Motivasi Berdirinya Nahdlatul Ulama Nu Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim Asy’ari. Ayahnya bernama Asy’ari, terkadang akhiran Asy’ari juga ditulis Ashari. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan ke-VIII dari Jaka Tingkir Sultan Pajang. Beliau KH. Hasyim Asy’ari lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada Selasa Kliwon 24 Dzul Qa’dah 1287 H atau bertepatan 14 Februari 1871 M sekitar lingkungan Pesantren Kyai Utsman. Kiyai Utsman berasal dari Jepara yang silsilah keturunannya berasal dari Raja Brawijaya VI yang juga dikenal dengan sebutan Lembu Peteng Kakek ke-IX. Salah seorang putra Lembu Peteng bernama Jaka Tingkir atau disebut Karebet. Jaka Tingkir, adalah pemuda asal daerah Tingkir, desa yang terletak di sebelah tenggara Salatiga. Kiai Hasyim yang dikandung selama 14 bulan satu tahun dua bulan. Menurut pandangan orang Jawa, kandungan yang sangat panjang mengindikasikan cemerlangnya si bayi dalam berpikir di masa depan. Orang tuanya pun sangat yakin dengan isyarat tersebut karena sang Ibunda telah bermimpi bahwa bulan purnama jatuh dan menimpa tepat di atas perutnya. Setelah beliau lahir dan beranjak dewasa, kedua orang tua menyaksikan bakat kepemimpinan Hasyim kecil, yaitu pada saat ia bermain dengan anak-anak di lingkungannya. Ia selalu menjadi penengah kapanpun dia melihat ada peraturan permainan yang dilanggar oleh teman-temannya. Kiai Hasyim wafat pada 25 Juli 1947 dimakamkan di Tebuireng Jombang, beliau adalah Pendiri Nahdlatul Ulama, yaitu Organisasi Islam terbesar di Indonesia. Faktor Berdirinya NU Pada tanggal 16 Rajab 1344 H/ 31 Januari 1926 M. Diadakan pertemuan penting di Kertopaten, tepatnya di kediaman KH. Wahab Chasbullah Surabaya, Jawa Timur, yang dihadiri oleh para kiai seluruh penjuru. Diantaranya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy`ari Tebuireng, Jombang, KH. Bisri Syansuri Denanyar, Jombang, KH. R. Asnawi Kudus, KH. Nawawi Pasuruan, KH. Ridwan Semarang, KH. Ma`sum Lasem, Rembang, KH. Nahrawi Thohir Malang, H. Ndoro Muntaha Bangkalan, Madura, KH. Abdul Hamid Sedayu Gresik, KH. Abdul Halim Cirebon. Tujuan diadakannya pertemuan ini sebagai upaya mengatasi problem-problem potensial yang tengah dihadapi baik secara politik maupun keagamaan. Oleh karena itu, tema yang diangkat sebagai topik pembahasan bukan saja terkait isu lokal tentang masyarakat dan umat Islam di Indonesia, melainkan juga isu-isu internasional tentang apa yang terjadi di Timur Tengah. Isu tentang Raja Abdul Aziz bin Sa’ud di Mekkah yang telah berlebih-lebihan dalam menerapkan program pemurnian ajaran Islam. Hal itu dikhawatirkan akan berdampak mengganggu para jama’ah haji di Mekkah dan Madinah, untuk tidak mengizinkan melakukan upacara-upacara tertentu seperti, misalnya, memberikan penghormatan kepada makam nabi, juga akan takut campur tangan sang raja terhadap tradisi intelektual santri, yang telah cukup lama terlembagakan di tanah Hijaz. Maka berdirilah NU pada 31 Januari di Surabaya, karena terjadinya peristiwa di daerah Hijaz yang ingin mendirikan program pemurnian ajaran sebagai ideologi, terutama bagi kalangan pesantren yang memang secara teguh mempertahankan kehidupan agama dengan pola madzhab. Kemudian untuk menyikapi problem ini, digelarlah Kongres IV dan V umat Islam yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada 21 s/d 27 Agustus 1925. Dan di Bandung, pada tanggal 16 Februari 1926, kongres ini dengan jelas diadakan untuk mencari input dalam menghadapi Kongres Islam di Arab. Tetapi, sayangnya, pada Kongres ini aspirasi pesantren sama sekali tidak tertampung dan tidak dijadikan sebagai pegangan dasar dalam merumuskan solusi. Kiai Wahab Chasbullah mengusulkan agar beberapa makam penting, mulai dari makam Rasulullah sampai makam para sahabat dan tempat bersejarah lainya agar dipelihara dengan baik. Namun karena usulan para ulama pesantren ini tidak termasuk agenda kongres maka usulan tidak tertampung, akhirnya atas prakarsa Kiai Wahab Chasbullah sendiri, para ulama pesantren mendirikan “Komite Hijaz” yang bertujuan menyampaikan aspirasi ulama pesantren kepada penguasa Arab Saudi. Dalam rapat yang digelar di Surabaya dan dihadiri para tokoh generasi awal NU ini diputuskan Pertama, membentuk organisasi Nahdlatul Ulama. Kedua, menunjuk KH. R. Raden Asnawi Kudus untuk berangkat ke Hijaz guna menyampaikan sikap serta pandangan para kiai pesantren yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama. Ketiga, menyampaikan rumusan sikap dan pandangan Nahdlatul Ulama atas persoalan keagamaan usulan itu berhasil dan diterima baik oleh Raja Saudi Ibnu Saud bahkan memberikan jaminan bahwa ia akan berusaha memperbaiki pelayanan ibadah haji sejauh perbaikan itu tidak melanggar aturan Islam aturan Islam versi pemahaman mereka tentunya. Pembubaran Komite Hijaz Misi yang diemban Komite Hijaz akhirnya berhasil. Kemudian mereka mengadakan rapat kembali. Agendanya antara lain untuk membubarkan “Komite Hijaz” tapi rencana itu dicegah oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Beliau menghendaki agar Komite Hijaz itu diteruskan menjadi organisasi Kebangkitan Ulama atau Nahdlatul Ulama. Seiring dengan keadaan pada waktu itu bahwa beberapa kalangan muda juga sedang merintis pembentukan sebuah organisasi keagamaan yang misinya tidak lain untuk mengembangkan Islam Ahlussunah Wal Jamaah. Maka sejak itu, tepatnya di sebuah rumah di jalan Kebon Dalem Surabaya, dibentuklah Nahdlatul Ulama. Untuk menentukan anggaran dasarnya. Para Kiai meminta mas Sugeng Sekretaris Mahkamah Tinggi atau Buchroeh sedangkan Kiai Ridlwan dari Surabaya yang dianggap mempunyai darah seniman membuat lambang NU. Pembuatan Lambang NU oleh Kiai Ridlwan Surabaya Bermula dari persiapan penyelenggaraan Muktamar NU ke-2 di Surabaya, Kiai Ridlwan ditugaskan oleh Kiai Wahab Hasbullah untuk membuat lambang NU karena mengingat beliau pandai menggambar. Namun sampai setengah bulan beliau berusaha mencoba membuat sketsa lambang NU belum juga mendapat ilham, sedangkan muktamar sudah diambang pintu sehingga hal ini membuatnya mendapat teguran dari Kiai Wahab Chasbullah. Pada suatu malam dengan harapan muncul inspirasi, Kiai Ridlwan mengambil air wudhu kemudian melaksanakan shalat istikharah lalu beliau tertidur nyenyak. Dalam nyenyaknya tidur beliau bermimpi melihat sebuah gambar di langit yang biru dan jernih. Bentuknya mirip gambar lambang NU yang kini berlaku. Lalu akhirnya beliau serentak terbangun dan langsung secara spontan mengambil kertas dan pena membuat sketsa gambar sesuai dengan apa yang beliau lihat di mimpinya. Saat itu jam menunjukan pukul dini hari. Keesokan harinya gambar sudah selesai, lengkap dengan tulisan memakai huruf Arab dan tahun. Arti dari lambang Nahdlatul Ulama Sembilan bintang Bintang besar di tengah bagian atas adalah melambangkan Nabi Besar Muhammad Saw. Dua bintang kecil di samping kiri dan dua bintang kecil di samping kanan dari bintang besar, melambangkan empat Sahabat Khulafaur-rasyidin Empat bintang kecil di bagian bawah melambangkan madzhab yang empat. Keseluruhan jumlah bintang yang sembilan melambangkan Walisongo. Referensi Aziz Mansyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesi, Bogor, Keira Publishing, 2017. Abdul Muchith Muzadi, NU dalam perspektif sejarah dan ajaran, Surabaya, Khalista, 2006. Sarkawi B. Husain, sejarah Masyarakt Islam Indonesia, Surabaya, Airlangga University, 2017. Muhlasin, “Biografi KH. Hasyim Asy’ari Pendiri NU Tebuireng Jombang”, diakses 28 November jam WIB Laode Ida ,NU Muda kaum Progresif dan Sekulerisme baru, Jakarta, Erlangga, 2004. Muhammad Sulton Fatori, BUKU pintar Islam Nusantara, Jakarta, pustaka IIMAN, 2017 Post Views 8,794

Parakyai pada tanggal 10 Oktober 1957 mendirikan suatu badan federasi bernama Pucuk Pimpinan Jam`iyah Ahli Tariqah Mu`tabarah, sebagai tindak lanjut keputusan Muktamar N.U. (nahdlatul Ulama) 1957 di Magelang. Belakangan dalam Muktamar N.U. 1979 di Semarang ditambahkan kata Nahdliyin, untuk menegaskan bahwa badan ini tetap berafiliasi kepada NU. Jakarta, NU Online Ketika para kiai pesantren mendirikan organisasi muncul dua usulan nama untuk perkumpulan mereka. Kedua-duanya secara prinsip memiliki makna sama dan dari bahasa sama pula. Namun memiliki implikasi yang berbeda. Usulan pertama disampaikan KH Abdul Hamid dari Sedayu Gresik. Ia mengusulkan nama Nuhudlul Ulama. Penjelasannya bahwa para ulama mulai bersiap-siap akan bangkit melalui wadah formal dia dikomentari KH Mas Alwi bin Abdul Aziz. Menurutnya, kebangkitan bukan lagi mulai atau akan bangkit, melainkan, sudah berlangsung sejak lama dan bahkan sudah bergerak jauh sebelum mereka mendirikan organisasi. Namun kebangkitannya tidak terorganisasi secara rapi. Maka, ia mengusulkan nama nahdlatul dari kata nahdlah yang diiringi ulama. Jadi, organisasi ini bernama Nahdlatul Ulama yang artinya kebangkita para ulama. Menurut Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar, dalam ilmu tata bahasa Arab, nahdlah adalah bentuk masdar marrah. Nahdlah dalam bentuk seperti itu maksudnya sekali bangkit dan berlangsung terus. Tidak sekali tumbuh, kemudian mati."Kalau nuhudl itu bisa saat itu kebangkitannya. Kalau nahdlah itu, sekali bangkit, untuk seterusnya, dan menurut ilmu nahwu kan jumlahnya, jumlah ismiyah, bukan jumlah fi’iyah. Jumlah fi’liyah itu faidahnya tajadud, bisa hidup, mati, hidup, mati, ada, tidak ada, ada, tidak ada, tapi kalau jumlah ismiyah itu istimrar, seterusnya, terus, harapannya ila yaumil qiyamah, Nahdlatul Ulama. Kiai Miftah menambahkan, setelah nahdlatul diikuti kata ulama karena kepangkatan dalam Islam setelah pangkat kenabian adalah ulama. Nabi Muhammad mengatakan al-ulama’u waratastul anbiya ulama adalah para ahli waris nabi. "Di dalam Al-Qur’an ada innama yakhsallahu min ibadihil ulama. Jadi, ulama itu suatu kepangkatan, martabat yang tertinggi setelah kenabian. Bahkan di dalam diri nabi pun ada makna ulama," jelasnya. Ia melanjutkan, ulama merupakan bentuk jamak dari kata alim yang berarti orang yang berilmu. Sementara itu di dalam ajaran Islam, ilmu mendapat kedudukan tinggi. "Semua bisa diselesaikan dengan ilmu. Semua bisa dicapai dengan ilmu. Bahkan ilmu dunia ilmu akhirat. Di Al-Qur'an disebutkan, orang-orang yang dianugerahkan ilmu itu derajatnya di atas orang yang beriman. Mukmin yang berilmu itu derajatnya melebihi mukmin biasa," tegasnya Ia menggarisbawahi, yang dimaksud ulama yang tinggi derajatnya adalah al-ulama al-amilin, orang yang alim yang mempraktikkan ilmunya. Di dalam Al-Qur'an disebutkan innama yakhsyallahu min ibadihhil ulama, yakni al-amilin."Saya kira itu penamaan yang sudah paling tepat, Nahdlatul Ulama. Bukan nuhudlul ulama," pungkasnya. Abdullah Alawi 29 KH. Abdul Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Wathan, Taswirul Afkar, juga menjadi utusan ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Suud karena itu beliau dalam organisasi NU dikenal sebagai . a. Pendiri Nahdlatul Ulama b. Pendobrak Nahdlatul Ulama c. Motor utama berdirinya Nahdlatul Ulama d. Penyelamat Nahdlatul Ulama 30. Oleh Hamdan In’ami Nahdlatul ulama NU didirikan ulama besar Indonesia Syeikh Akbar KH M Hasyim Asy'ari pada 16 Rajab 1344 H/ 31 Januari 1926. NU didirikan sebagai wadah atas kegelisahan beliau terhadap situasi yang terjadi di Indonesia pada saat itu. Di samping itu Mbah Hasyim memang memiliki cita-cita terbentuknya organisasi Islam di Indonesia yang mampu mengimplementasikan hukum dan pengetahuan agama Islam yang berhaluan Ahlussunah wal Jamaah. Untuk mencapai cita-cita tersebut, terlebih dahulu Mbah Hasyim mendirikan madrasah diniyah dan pondok pesantren sebagai pusat kajian Islam sebelum mendirikan NU. Untuk menyatukan visi dan misi antar pondok pesantren maka terbentuklan organisasi bernama Nahdlatul Ulama. Cita-cita mulia Mbah Hasyim Asy’ari membangun pesantren tiada lain adalah bagaimana pondok pesantren berperan penuh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Umat tidak bisa dikatakan berkualitas apabila generasinya krisis keilmuan. Kualitas umat tergantung dari berapa besar kualitas keilmuannya. Itulah prinsip beliau sepulang dari menimba ilmu dari Makkah. "Tidak ada kebaikan sama sekali dalam suatu bangsa ketika generasinya bodoh-bodoh; dan bangsa tidak akan menjadi baik, maju dan berperadaban kecuali dengan ilmu," Muhammad Asad Syahab, Al-'Allamah Muhammad Hasyim Asy'ari Wadhi' Lubnah Istiqlal Indunisiya, [Beirut, Darus Shadiq 1391 H/1971 M], cetakan pertama, halaman 12. Di dalam perkembangan perjalanannya, ternyata pesantren mampu memerankan cita-cita Hadratussyeikh dalam menjawab dan memberikan solusi dalam mempertahankan kemurnian ajaran Islam. Pesantren menjadi garda terdepan dalam mempertahankan kesatuan Republik Indonesia dengan baik. Keberhasilan pesantren mengawal kemurnian ajaran Islam ala Thoriqoti Ahlissunah wal Jamaah tidak lepas dari intensitas pesantren dalam memanamkan dan mengajarkan sikap tawazzun, tawassuth dan tasammuh toleransi terhadap Para santri dan masyarakat. Dengan sikap inilah ajaran Islam mudah untuk diterima dan diamalkan. Dan sampai saat ini eksistensi metode pondok pesantren belum tergantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Dinamika pesantren telah mejawab tantangan zaman. Salah satu tulisan KH Abdurrahman Wahid Gus Dur cucu KH. Hasyim Asy’ari dalam buku Pesantren dan Pembaharuan menyebutkan bahwa ada tiga elemen dasar yang mampu membentuk pondok pesantren sebagai subkultur. Pertama, pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri, tidak terpengaruh oleh Negara. Kedua, kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad. Ketiga, system nilai value system yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas. Dari ketiga elemen tadi, dinyatakan bahwa pondok pesantren memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan masyarat Indonesia. Pesantren merupakan salah satu pilar utama penopang pendidikan di bumi nusantara. Catatan sejarah membuktikan, ribuan pesantren saat ini telah berdiri, tumbuh, dan berkembang, sehingga puluhan ribu bahkan ratusan ribu lebih orang Indonesia ikut merasakan pola pembelajaran pondok pesantren. Di usia Nahdlatul Ulama yang ke-94 istilah pondok pesantren sudah banyak sekali tertahrif terdistorsi dengan istilah menjamurnya pondok-pondok pesantren yang sebenarnya memiliki ideologi yang berlawanan dengan pesantren yang berhaluan Ahlussunah wal Jamaah. Akhirnya kondisi ini mengakibatkan kaburnya istilah pondok pesantren di kalangan masyarakat. Tantangan terbesar adalah bagaimana NU mempertahankan kemurnian dan eksistensi pondok pesantren an Nahdliyah sebagai pusat kajian ilmiah Islam dan pusat pembentukan karakter yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang mengedepankan Rahmatan lil Alamin. Kendati demikian, tidak bisa dipungkiri, kontribusi pesantren terhadap bangsa sudah sangat banyak. Dukungan yang lebih besar dari pemerintah sangat diharapkan pesantren. Namun, tidak sepatutnya apabila pesantren dijadikan ladang politik semata oleh individu ataupun kelompok manapun untuk memuluskan kepentingan pribadinya. Hal ini dipastikan akan menghilangkan nilai-nilai kepesantrenan. Tetap jayalah pesantrenku, kutitipkan generasiku padamu demi mengharap peradaban Islam yang lebih maju. Selamat Hari Lahir ke-94 NU. Penulis adalah Ketua RMI PCNU Lampung Timur Motifasiutama berdirinya NU adalah mengorganisasikan potensi dan peranan ulama’ pesantren yang sudah ada, untuk ditingkatkan dan dikembangkan secara luas untuk diguakan sebagai wadah untuk mempersatukan dan menyatukan langkah para ulama’ pesantren dalam tugas pengabdian yang tidak terbatas pada masalah kepesantrenan dan JAKARTA, - Hari ini, Selasa 7/2/2023, Nahdlatul Ulama menggelar Resepsi Hari Lahir 1 Abad. Kenduri akbar itu digelar di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Umum PBNU Yahya Cholil Staquf Gus Yahya, meminta agar warga Nahdliyin dan masyarakat yang ingin menghadiri Puncak Resepsi 1 Abad NU diniatkan untuk mengambil berkah. Perjalanan NU menjadi organisasi kemasyarakatan membentang dari masa kolonial Hindia Belanda. Gerakan itu dimulai dari sejumlah pesantren di Jawa Timur. Baca juga Jokowi dan Maruf Amin Kompak Hadiri Resepsi 1 Abad NU Pada 1916 , KH Wahab Chasbullah mendirikan organisasi pergerakan bernama Nahdlatul Wathon. Tujuannya adalah mempersiapkan umat Islam buat melakukan perjuangan fisik terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Dua tahun kemudian, berdiri 2 organisasi lain yang mempunyai tujuan membangun umat Islam. Pertama adalah Taswirul Afkar atau Nahdlatul Fikri Kebangkitan Pikiran yang fokus dalam bidang pendudukan sosial-politik kaum santri, dan Nahdlatul Tujjar atau Kebangkitan Saudagar yang bertujuan memperkuat ikatan di antara para pengusaha Muslim. Baca juga Kedatangan Presiden Jokowi di Acara Peringatan Seabad NU Disambut Hadrah dan Selawat Ulama KH Hasyim Asy'ari melihat problematika umat Islam saat itu semakin kompleks. Maka dari itu dia kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama pada 1926 dengan tujuan membangun umat Islam dari segi sosial, politik, ekonomi dan berdaulat dan merdeka dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Karena upayanya mendirikan NU, KH Hasyim Asy'ari kemudian diberi gelar Rais Akbar. Berikut ini profil singkat 3 ulama pendiri NU. 1. KH Hasyim Asy'ari Kominfo KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy'ari lahir pada 14 Februari 1871 di Gedang, Jombang, Jawa Timur. Ia adalah putra ketiga dari pasangan Kiai Asy'ari dan Nyai Halimah. Setelah mengenyam pendidikan di Jawa dan Mekkah, ia kemudian mendirikan NU bersama beberapa tokoh Islam lainnya di Jawa Timur. Selain menjadi salah satu tokoh pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia. Perjuangannya melawan penjajahan terhadap Indonesia diterapkan melalui pendidikan dengan mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang. Baca juga 1 Abad NU Hari Ini Beragam Kegiatan Sepanjang Hari, Semua Boleh HadirTebuireng dianggapnya sebagai simbol perlawanan atas modernisasi dan industrialisasi penjajah yang memeras sumber daya rakyat. Bahkan KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa haram bagi rakyat Indonesia saat itu yang pergi haji dengan fasilitas dari Belanda. KH Hasyim Asy'ari merupakan ayah dari KH Wahid Hasyim yang merupakan salah satu pahlawan nasional yang merumuskan Piagam Jakarta. Selain itu, dia adalah kakek dari Presiden Republik Indonesia ke-4, KH Abdurrahman Wahid. Dia wafat pada 25 Juli 1947 dan dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Tebuireng. Baca juga Resepsi 1 Abad NU, Panitia Sebut Belasan Ribu Banser dan Ribuan Aparat TNI-Polri Siap Amankan 2. KH Abdul Wahab Hasbullah IKPNI KH Abdul Wahab Hasbullah KH Abdul Wahab Hasbullah adalah salah satu ulama yang juga berperan dalam mendirikan NU, selain KH Hasyim Asy'ari. KH Abdul Wahab Hasbullah mendirikan media massa atau surat kabar "Soeara Nahdlatul Oelama" dan "Berita Nahdlatul Ulama". Beliau lahir di Jombang pada 31 Maret 1888 dan tumbuh menjadi seorang ulama yang memiliki pandangan modern. Baca juga Resepsi 1 Abad NU, Ruas Jalan Menuju Stadion Gelora Delta Sidoarjo Dipadati Jemaah Nahdliyin Ia adalah ulama yang memelopori kebebasan berpikir untuk kalangan umat Islam di Indonesia. Pemikiran itu ia tuangkan dengan mendirikan kelompok diskusi bernama Tashwirul Afkar di Surabaya pada 1941. Seiring berjalannya waktu, kelompok diskusi ini berkembang dan sangat populer di kalangan pemuda dan bahkan menjadi ajang komunikasi dan tukar informasi antartokoh nasional. 3. KH Bisri Syansuri Dok. NU KH Bisri Syansuri. KH Bisri Syansuri lahir di Tayu, Pati, Jawa Tengah, pada 18 September 1886 dari pasangan Syansuri dan Mariah. KH Bisri Syansuri merupakan tokoh pergerakan yang bersama KH Abdul Wahab Hasbullah mendirikan kelompok diskusi Taswirul Afkar di Surabaya. Selain itu, ia juga berperan aktif dalam musyawarah hukum islam yang sering berlangsung di lingkungan pondok pesantren hingga akhirnya membentuk NU. Baca juga GKI Sidoarjo Sediakan Tempat Istirahat dan Nobar Puncak Resepsi Satu Abad NU Di dalam NU, KH Bisri Syansuri berupaya mengembangkan rumah-rumah yatim piatu dan pelayanan kesehatan yang dirintisnya di berbagai tempat. Itulah tiga tokoh ulama yang berperan mendirikan organisasi Islam Nahdlatul Ulama NU yang sekaligus menjadi tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

KH. Hasyim Asy’ari adalah salah satu ulama besar indonesia yang mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 31 januari 1926. para santri di setiap pondok pesantren di Indonesia berhasil menerima pemikiran beliau. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Jika Anda ingin mengetahui seperti apa pemikiran

LembagaPendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama DIY Jln. Ibu Ruswo 60 Yudonegaran Yogyakarta 55121, Tlp./Fax. (0274) 465, 7481399. Apa yang Anda ketahui tentang pesantren dan apa saja peranannya? 5. Dalam menyebarkan Islam, para Wali menggunakan berbagai Para santri ini mendirikan pesantren yang vxngGPr. 200 322 135 213 107 195 251 162 333

apa motivasi para ulama pesantren mendirikan organisasi nahdlatul ulama